BAB
8. TENAGA KERJA DALAM PRODUKSI PERTANIAN
A.
Tenaga
Kerja Sebagai Faktor Produksi
Mengenai tenaga
kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam persoalan tenaga
kerja dalam usahatani kecil (usahatani pertanian rakyat) dan persoalan tenaga
kerja dalam perusahaan besar pertanian karena pengertian secara ekonomis
keduannya berbeda. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari
keluarga petani sendiri. Mereka dapat membantu mengatur pengairan, mengangkut
bibit atau pupuk ke sawah atau membantu penggarapan sawah. Tenaga kerja yang
berasal dari keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada produksi
pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang.
Andaikan seorang
petani mengalami kekurangan tenaga pada saat penggarapan tanah sawah maka ia
dapat meminta tolong pada tetangga dan familinya dengan pengertian ia akan
kembali menolongnya pada kesempatan lain. Sifat tolong-menolong ini ada pada
petani di mana saja, dalam satu desa atau lebih. Dengan cara ini, tidak ada
upah uang yang harus dibayar dan dapat menekan ongkos tenaga kerja. Seangkan tenaga
kerja dari luar dapat berupa kerja harian atau borongan tergantung keperluan.
B.
Tenaga
Kerja dan Pemimpin Usaha Tani
Petani dalam
usahatani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja tetapi juga sebagai manajer
atau pemimpin usahatani yang mengatur organisasi produksi secara keseluruhan.
Petanilah yang memutuskan berapa pupuk yang akan dibeli dan digunakan, berapa
kali tanah diolah, berapa kali membersihkan rmput dari lahan hingga yang
memutuskan apakah akan menggunakan tenaga kerja dari dalam (keluarga) ataukah
juga mengambil dari luar. Jadi jelaslah bahwa di sini memang kedudukan petani
sangat menentukan dalam usahatani. Lebih lanjut lagi ada kemungkinan ia
memutuskan untuk mengangkat seorang manajer yang kompeten. Manajer ini dapat
secara penuh memimpin usahatani dengan gaji tertentu dan bertanggungjawab
kepada petani pemilik usahatani.
C. Tenaga
Kerja Sebagai Faktor Biaya
Di negara maju, faktor
tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling terbatas jumlahnya,
sedangkan di negara Indonesia tenaga kerja merupakan faktor produksi yang tidak
terbatas. Dalam keadaan seperti pada negara maju menciptakan mesin-mesin
“penghemat tenaga kerja” untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan
produktivitas pertanian pada umumnya. Seperti Amerika Serikat, hal yang dapat
diterapkan untuk menjamin efisiensi tenaga kerja harus memenuhi beberapa syarat
diantaranya yaitu harus mencukupi persediaan tanah, alat dan mesin pertanian,
ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian serta managemen usaha tani yang baik.
Hal inilah yang menyebabkan Amerika Serikat mengalami kemajuan yang sangat
hebat sehingga dapat menghasilkan kelebihan produksi untuk ekspor ke seluruh
dunia.
D.
Produktivitas
Tenaga Kerja
Asumsi dari para
sarjana-sarjana klasik Eropa yang berpendapat bahwa tenaga kerja yang berjubelan
tidaklah bekerja secara efisien, dengan demikian mereka menganut doktrin bahwa
produktivitas marginal tenaga kerja bernilai nol. Hal ini ditentang oleh
Cliffort Geertz yang mengatakan bahwa tenaga kerja yang berjubelan juga turut
bekerja dan ikut memberikan sumbangan pada kenaikan hasil produksi sehingga
produktivitas marginal tenaga kerja tidaklah nol, tetapi positif.
Pengangguran
yang tampak (under employment) dapat
dibagi menjadi 2 yaitu yang sifatnya teknis (seperti pengangguran musiman) dan yang
sifatnya sosial tradisional (kenyataannya bekerja tapi tidak sepenuhnya).
Demikian John Mellor telah menyusun dua buah fungsi produksi hopotesis bagi
tenaga kerja di negara-negara yang miskin dan belum maju dengan cara membedakan
dua keadaan pertanian :
a.
Daerah
subur, pertanian produktif, penduduk padat.
Hasil produksi rata-rata tenaga kerja
lebih tinggi dibanding kebutuhan subsistensi. Dengan begitu, pertanian masih
mampu menyediakan makanan penduduknya. Penawaran tenaga kerja semakin
meningkat.
b.
Daerah
tandus, pertanian kurang produktif, penduduk kurang padat.
Hasil produksi rata-rata tenaga kerja
tidak pernah lebih tinggi dibanding kebutuhan subsistensi. Makanan penduduk di
daerah ini, mutu gizinya rendah karena pertanian masih belum mampu menyediakan makanan.
Penarikan tenaga kerja didaerah ini akan
mengakibatkan turunnya hasil produksi total.
E.
Mobilitas
dan Efisiensi Tenaga Kerja
·
Mobilitas
tenaga kerja
Masalah
tenaga kerja di Indonesia bukanlah masalah penyedotan tenaga kerja yang
berlebihan didesa untuk ditampung dikota-kota dalam proyek-proyek industri,
tetapi masalah mobilitas, yaitu masalah alokasi dan relokasi yang sifatnya
dapat musiman atau sementara. Industri dinegara kita belum cukup menampung
tenaga kerja didesa. Dari gambaran tersebut, mobilitas tenaga kerja desa baik
yang sifatnya sementara maupun permanen memiliki 2 tujuan ekonomis yang penting
yaitu :
1. Sebagai
suatu cara mengurangi perbedaan tingkat pendapatan antara desa dan kota, kalau
ditinjau dari petani usaha untuk meningkatkan efisiensi produksi pertanian.
2. kalau
ditinjau dari petani, sebagai suatu cara untuk meningkatkan efisiensi produksi
pertanian. Banyak sarjana ekonomi yang menekankan peranan petani sebagai salah
satu faktor produksi pertanian tanpa mengingat bahwa mereka adalah individu
yang tidak saja mempunya kebutuhan ekonomi tapi juga kebutuhan non-ekonomi.
·
Efisiensi
dalam penggunaan tenaga kerja
Salah satu contoh dimana peninjauan
ekonomi saja tidak mampu menerangkan penggunaan tenaga kerja secara efisien
adalah penggunaan ani-aniuntuk memotong padi di Jawa dimana penggunana alat
tersebut dilakukan secara terus-menerus yang didorong oleh kebiasaan dan
diperkuat oleh perasaan masa bodoh dan keinginan yang salah untuk pembagian
rezeki didesa. Walaupun data ekonomi tidak sesuai dengan pernyataan diatas
bahwa pembagian rezeki tersebut seakan-akan dapat dipisahkan dari faktor
ekonomi. Dengan kata lain, tidak ada faktor ekonomi dalam tindakan petani yang
berdasarkan kebiasaan dan keinginannya. Yang pasti bahwa penggantian ani-ani dengan
sabit bagi petani tidaklah semata-mata berarti penggantian satu alat produksi
yang lain yang lebih efisien melainkan menyangkut persoalan perubahan fungsi
produksi secara keseluruhan.
F.
Transmigrasi
dan Migrasi Sebagai Perluasan Lapangan Kerja
Sebagai
program perluasan lapangan kerja, transmigrasi tidak berbeda dengan migrasi
yaitu perpindahan dari daerah satu ke daerah lainnya, dari desa ke kota, dari
daerah yang padat penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya. Persoalan
transmigrasi dapat ditinjau dari 4 segi yaitu :
1. Sebagai
persoalan pemecahan masalah penduduk.
2. Sebagai
cara memperluas areal lahan pertanian.
3. Cara
untuk memperluas kesempatan kerja.
4. Cara
untuk membantu pembangunan daerah.
Secara teoritis transmigrasi dapat
ditinjau dari segi makro dan mikro. Dari segi (ekonomi) mikro, transmigran akan
terjadi bila produktivitas marginal tenaga kerja di daerah baru lebih tinggi
dari pada di daerah lama dengan memperhitungkan biaya pindah dari daerah lama
ke daerah baru. Sedangkan dari segi makro maka transmigrasi adalah salah satu
alokasi investasi biasa yang hanya bersifat produktif apabila hasilnya melebihi
biaya investasi itu. Oleh karena itu, ada ahli yang berpendapat bahwa
peningkatan industralisasi lebih tepat untuk memecahkan masalah penyerapan
kelebihan tenaga kerja di Jawa daripada transmigrasi.
A.
Faktor
Pendorong dan Faktor Penarik
Untuk mendorong orang berpindah
(migrasi) diperlukan faktor pendorong dan penarik. Faktor pendorong diantaranya
yaitu kemiskinan yang makin menekan di Jawa, kurangnya pendidikan serta
alasan-alasan ekonomi seperti tekanan keuangan, menambah penghasilan, dan
kedudukan yang tidak memuaskan di tempat asal. Sedangkan faktor penarik
diantaranya yaitu dengan pindah ke daerah yang baru dapat mengurangi
kemiskinan, mendapatkan pendidikan yang memadai, mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik sehingga dapat meningkatkan penghasilan dan dapat mendapatkn
kedudukan yang lebih memuaskan daripada di tempat asal. Demikianlah
transmigrasi pada umumnya didorong oleh tekanan ekonomi yang mendesak didaerah
lama.
Mantap, sangat membantu
BalasHapus