BAB
6. TANAH DALAM PRODUKSI PERTANIAN
A.
Tanah
Sebagai Faktor Produksi
Tanah
merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki kedudukan paling penting.
Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa (sewa bagi hasil) yang sesuai dengan
permintaan dan penawaran tanah dalam masyarakat dan daerah tertentu. Sebagai
faktor produksi, tanah mendapat bagian dari hasil produksi karena jasanya dalam
produksi tersebut. Pembayaran atas jasa produksi ini disebut sewa tanah (rent). Faktor yang mendasari alasan sewa
tanah harus dibayar karena persediaan tanah terbatas, dan penawaran tidak
elastis secara sempurna (perfectly
inelastis).
Dengan
besarnya permintaan hasil pertanian dan makin banyak petani bersaing untuk
berusahatani, maka makin tinggi pula sewa tanah dan persediaan tanah makin
terbatas. Syarat adanya sewa tanah seperti ini yaitu tanah homogen, mutunya
sama, dan karena hal ini disebabkan kelangkaan maka disebut scarcity rent. Sedangkan menurut David
Ricardo mengenai teorinya sewa tanah diferensial (differential rent) ditunjukkan bahwa tinggi rendahnya sewa tanah
disebabkan oleh kesuburan tanah dan harga dari komoditi yang diproduksikan dari
tanah tersebut. Baik pada differential
rent dan scarcity rent, faktor
yang memiliki peran penting adalah bertambahnya penduduk. Semakin banyak
penduduk maka semakin kompleks kebutuhan yang diperlukan.
B.
Hubungan
Antara Pemilik dan Penggarap Tanah
Semakin
bertambahnya penduduk maka hubungan antara pemilik tanah dan penggarap di
bidang pertanian makin lama makin kompleks. Dalam Undang-Undang Pokok Bagi
Hasil (UUPBH) yang
berlaku mulai tahun 1960menganjurkan agar perjanjian diantara keduanya diadakan
scara tertulis dengan tujuan sebagai berikut:
1. Ada
jaminan dalam hal waktu penyakapan.
2. Dapat
ditentukan secara jelas dan tegas kewajiban masing-masing pihak.
3. Agar
pembagian hasil dapat bersifat adil, tanpa ada yang merasa dirugikan.
Namun
dalam pelaksanaanya, salah satu kelemahan dari UUPBH adalah ketidakjelasan
dalam pembebanan biaya. Walaupun ketentuan pembebanan biaya dibebankan bersama
masing-masing seperdua, tapi kenyataannya memberatkan petani penyakap.
Jika dalam suatu daerah terdapat petani
penyakap yang memerlukan tanah garapan lebih banyak dari pada persediaan tanah
yang ada maka pemilik tanah dapat meminta syarat-syarat yang lebih berat
dibanding daerah yang persedian tanahnya lebih luas. Selain itu, pemilik tanah akan
memilih petani penyakap yang sanggup menawarkan bagi hasil yang menarik, dan
yang lebih rajin dan meninjukkan kesungguhan dalam mengerjakan tanahnya. Dalam
pembagian hasil berhubungan erat dengan kesuburan tanah yang bersangkutan. Jika
tanah subur maka pemilik biasanya mendapat bagian yang lebih dan sebaliknya.
Jika tanah tidak subur maka pemilik tanah hanya dapat sepertiganya saja dari
hasil bersih.
C.
Perpecahan
Atau Perpencaran Tanah
Perpecahan
tanah adalah pembagian milik seseorang kedalam bidang atau petak-petak kecil
untuk diberikan kepada ahli waris tanah itu. Sedangkan perpencaran tanah adalah
kenyataan adanya sebuah usahatani (dibawah satu managemen) yang terdiri atas
beberapa bidang yang berserakan. Perpecahan dan perpencaran tanah ini
disebabkan oleh beberapa hal seperti jual beli, pewarisan serta hibah
perkawinan dan sistem penyakapan. Bagi daerah yang berbukit dimana sawah harus
diatur dengan teras-teras untuk mengatur pengairan maka perserakan sawah tidak
terhindarkan. Tapi didaerah lain alasan
perpencahan tanah hanyalah agar anak-anak petani mendapat bagian warisan.
Untuk menghindari masalah tersebut yaitu sebaiknya diatur agar hanya anak-anak
petani yang benar-benar ingin bertani meneruskan usahatani orang tuanya,
sementara anak-anak lainnya mendapatkan bagian warisan berupa uang tunai yang
dipinjam dari Bank atas nama anak petani dengan jaminan tanah yang
bersangkutan.
D.
Konsolidasi
Tanah-Tanah Yang Bersangkutan
Konsolidasi
merupakan penggabungan petak-petak sawah yang berserakan menjadi satu atau
lebih petak-petak sawah yang lebih besar. Konsolidasibertujuan untuk meningkatkan
efisiensi usahatani dari tanah-tanah pertanian yang berserakan. Pada tahap
sekarang, konsolidasi tanah-tanah di Indonesia belum mendapatkan pemikiran.
Yang sudah dikerjakan hanyalah
konsolidasi dalam managemen usahatani dalam arti luas seperti pembelian
sarana produksi dan alat pertanian, pemasaran hasil pertanian dan lain-lain.
E.
Bentuk
Milik Tanah dan Produksi Pertanian
Di
indonesia, tanah dibagi menjadi 2 yaitu tanah milik perorangan dan tanah milik
bersama (tanah desa). Tanah desa diusahakan secara bersama demi kepentingan
anggota masyarakat desa itu. Oleh karena itu,setiap masyarakat memiliki hak
untuk menguasai tanah yang ada di daerahnya,
seperti hak ulayat, hak pertuanan atau persekutuan yang pelaksananya
dilakukan oleh kepala desa. Menurut Bachtiar Rifa’i (1958) dalam disertasinya
yang berjudul hubungan antara bentuk milik tanah dan tingkat kemakmuran yaitu
tingkat kemakmuran diukur dengan mutu konsumsi bahan makanan baik dari tanaman
maupun hewan. Golongan petani penyakap memiliki tingkat kemakmuran yang lebih
tinggi dan lebih stabil dibanding dengan pemilik sawah.Hal ini disebabkan para
petani menggantungkan hidupnya dari tanah sakapnya sehingga mereka lebih
berambisi dan giat mengerjakan tanah sakapnya agar tidak mengecewakan pemilik
tanah, sebaliknya golongan pemilik tanah tidak memiliki dorongan seperti itu.
Perbedaan
sistem pemilikan tanah (lend tenure)
yaitu sistem tanah yasan (hak milik
turun-temurun) dan tanah kongsen (hak
mengerjakan). Tanah kongsen yang
tidak lagi digilirkan sebenarnya sudah hampir mendekati yasan tapi tidak dapat dijual. Tanah kongsen kebanyakan dapatd diwariskan tapi tidak boleh
dipecah-pecah. Tanah yang dapat dijual dan diwariskan dengan dipecah-pecah,
kemungkinan besar menjadi terpusat pada pemilik-pemilik tanah kaya didesa atau
luar desa sehingga mempercepat proses kemelaratan (agricultural ladder).
F.
Tanah
bagi Tanaman-Tanaman Tahunan Perusahaan
Pada
zaman kolonial, pemerintahan Belanda berkepentingan menarik modal besar Belanda
dan negara eropa lainnya untuk datang ke Indonesia. Untuk itu, pemerintah harus
memberikan hak-hak mengusahakan tanah yang selain sesuai dengan tanaman tahunan
seperti karet,kopi,kina,dll, juga harus dapat menjamin keuntungan perusahaan
yang bersangkutan. Itulah sebabnya Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria
(1870) meliputi hak sewa turun-temurun,hak sewa,hak opstal,dll. Namun hak-hak
tersebut diubah dengan adanya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menjadi hak
guna usaha, hak milik, hak pakai, dll. Demikianlah setiap sistem hubungan
pertanahan harus disesuaikan sewaktu waktu, pada macam tanaman dan tujuan
sosial ekonomi tartentu.
G.
Pengairan
Dan Konservasi Tanah
·
Pengairan
Salah
satu faktor yang sangat penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian
melalui panca usaha tani adalah pengairan. Karena saluran-saluran irigasi
dibuat oleh manusia dengan biaya dan persediaan tidak selalu cukup memenuhi
permintaan maka timbullah persoalan ekonomi. Irigasi dan pengairan memiliki
nilai yang tinggi dimana petani yang memerlukan bersedia membayarnya. Disamping
itu, nilai tanah juga mengalami kenaikan akibat dari pengairan. Hal ini dapat
dibuktikan dengan perbedaan nilai tanah yang dapat diairi dan tanah yang tidak
dapat diairi. Kemudian penemuan bibit-bibit baru, semuanya mutlak membutuhkan
bantuan air dalam penerapannya. Karena sebab-sebab inilah maka rencana
pembangunan ekonomi memberikan prioritas pada pembangunan saluran-saluran
irigasi dalam rangka mempercepat proses pembangunan pertanian.
·
Konservasi
tanah
Tanah
yang diolah atau dikerjakan secara terus-menerus akan berkurang tingkat
kesuburannya. Untuk meningkatkan kesuburan tanah, petani harus mengadakan
rotasi tanaman dan usaha-usaha konservasi tanah lainnya. Konservasi tanah adalah
usaha untuk mempertahankan efisiensi pengguaan tanah untuk waktu yang selama
mungkin tanpa terputus. Dalam arti yang lebih sempit konservasi ini biasanya
mengurangi laju pengusahaan tanah sekarang untuk memungkinkan pengusahaan yang
lebih besar dikemudian hari.
Konservasi
tanah tidak sama dengan penggunaan tanah secara ekonomis. Pengertian ekonomis
hanya membandingkan hasil-hasil dan biaya serta manfaat dan pengurbanan
sedangkan konservasi lebih menekankan fungsi tanah dalam arti ekologis. Namun
penggunaan lahan secara ekonomis dan disertai dengan pertimbangan jangka
panjang juga dapat disebut konservasi. Penerapan prinsip ekonomi dalam
konservasi tanah yaitu membandingkan hasil dan biaya pada saat sekarang dan
masa yang akan datang.
Komentar
Posting Komentar