Langsung ke konten utama

Inovasi Pengendalian Walang Sangit

Kombinasi Perangkap Bangkai Ketam (Yuyu) dengan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata) Untuk Mengendalikan Hama Walang Sangit (Leptocorisa oratorius) Pada Tanaman Padi.

BAB 1. PENDAHULUAN

Walang Sangit (Leptocorisa oratorius) merupakan salah satu hama penting yang menyerang tanaman padi sawah. Hama ini umumnya menyerang tanaman padi pada fase pemasakan dengan cara menghisap cairan bulir padi yang sedang mengisi sehingga menyebabkan bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna. Potensi kehilangan hasil akibat walang sangit yang mencapai 50% menjadikan hama ini menjadi sangat penting untuk dikendalikan. Pengendalian walang sangit dengan insektisida secara berlebihan dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia serta lingkungan pada umumnya. Adapun pengendalian walang sangit lainnya dapat dilakukan  dengan kultur  teknis,  mekanik  fisik  (dengan  alat  perangkap  lampu,  perekat),  kimiawi dengan  bahan  penarik  atau  atraktan. Pemanfaatan bahan-bahan dari binatang atau  tumbuhan yang membusuk sudah sejak lama digunakan oleh petani untuk mengendalikan walang sangit. Selain itu, ekstrak daun sirsak dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan walang sangit. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas tentang penggunaan kombinasi perangkap bangkai hewan khususnya ketam (yuyu) dengan ekstrak daun sirsak untuk mengendalikan hama walang sangit.

BAB 2. PEMBAHASAN

Walang sangit adalah hama yang aktif menyerang pada pagi dan sore hari, sedangkan di siang hari berlindung di bawah pohon yang lembab dan dingin. Hama ini menyerang dengan cara mengisap bulir padi pada fase masak susu, dan mengisap cairan batang padi. Walang sangit mengisap cairan padi dengan cara menusukkan styletnya. Nimfa lebih aktif daripada imago, tapi imago dapat merusak lebih banyak karena hidupnya lebih lama. Hilangnya cairan biji menyebabkan biji padi mengecil. Perkembangan dari telur sampai imago adalah 25 hari dan satu generasi mencapai 46 hari. Serangan  walang  sangit  dapat  dikendalikan  dengan  berbagai  cara  salah  satu diantaranya  dengan  menggunakan  perangkap.  Walang  sangit  dapat  tertarik  pada  bau-bau tertentu seperti bangkai hewan dan tanaman.
Ketertarikan walang sangit terhadap bau busuk yang berasal dari tumbuhan dan binatang yang membusuk merupakan perilaku dari serangga tersebut. Atraktan dari tumbuhan dan binatang yang mati dapat digunakan sebagai salah satu agen pengendalian hama terpadu (PHT) pada walang sangit, yang menyerang padi pada stadia generatif dan menyebabkan biji hampa. Petani sendiri sudah banyak yang memanfaatkan untuk mengendalikan populasi walang sangit tersebut. Salah satu caranya adalah memasang bahan-bahan yang sedang membusuk seperti terasi, burus, kepiting, dan kotoran ayam ras (Suhardi, 1996). Penelitian sebelumnya menunjukan walang sangit tertarik pada bahan atraktan organik berupa darah sapi, bekicot, yang telah membusuk yang di pasang pada areal pertanaman padi. Bahan atraktan ini dapat mengurangi perhatian hama untuk tidak menyerang tanaman padi dan secara tidak langsung akan mengurangi perusakan tanaman (Martono dan Solikin, 2006).
Serangga dapat tertarik pada warna, bau, suhu, dan lainnya. Ketertarikan serangga terhadap bau disebabkan oleh adanya senyawa yang menguap (gas) dari suatu sumber yang biasa disebut senyawa volatil. Senyawa tersebut keluar dari sumbernya baik dari bahan yang telah mati (busuk) maupun hidup. Senyawa volatil mampu mengginduksi aktivitas biologis walaupun berada pada jarak yang jauh dari sumbernya (Sihono, 1997). Perangkap menggunakan bangkai ketam (yuyu) berfungsi untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit. Hal ini disebabkan dengan adanya perangkap  tersebut  walang  sangit  lebih  tertarik  berkunjung  ketempat  perangkap tersebut dibandingkan pada bulir padi. Namun cara perangkap bau busuk tersebut bukan untuk mematikan hama walang sangit tetapi hanya mengalihkan  perhatian  sehingga  dapat  menghindari  serangan  hama  tersebut  pada padi.  
Daun sirsak memiliki kandungan bahan kimia beracun yang cukup efektif mengendalikan ataupun membunuh berbagai jenis serangga. Bagian dari tanaman sirsak baik daun, akar, batang dan biji dapat dimanfaatkan seebagai pestisida nabati. Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin antara lain acimicin, bulatacin dan squamocin. Pada konsentrasi tinggi senyawa acetogenin memiliki keistimewaan sebagai antifeedant (anti makan). Dalam hal ini serangga hama tidak lagi memakan bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang menyebabkan serangga hama mati. Menurut Tasirilotik (2015), secara umum ekstrak daun sirsak yang telah diuji berpengaruh terhadap mortalitas walang sangit. Tingkat mortalitas walang sangit mencapai 10% dengan menggunakan ekstrak daun sirsak konsentrasi 60%.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat suatu kombinasi perangkap bangkai ketam (yuyu) dengan ekstark daun sirsak. Bangkai ketam (yuyu) nantinya akan disiram atau dicampur dengan ekstrak daun sirsak. Penggunaan perangkap bangkai ketam (yuyu) pada dasarnya hanya digunakan sebagai senyawa atraktan untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit. Adapun penggunaan ekstrak daun sirsak berfungsi sebagai pestisida nabati bagi walang sangit. Walang sangit yang tertangkap diharapkan menghisap ekstrak daun sirsak yang terdapat pada bagkai ketam (yuyu). Menurut Djojosumarto (2008), jika serangga makan ekstrak daun sirsak maka pestisida nabati tersebut akan masuk kedalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Selanjutnya ekstrak daun tersebut dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran yang mematikan misalnya sistem saraf serangga.
Walang sangit yang mengalami kontak langsung dengan ekstrak daun sirsak dapat langsung masuk melalui dinding tubuh serangga dan juga dapat masuk melalui sistem pernafasan, sehingga perlakuan dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan mortalitas walang sangit jauh lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Hal ini didukung dengan apa yang dikatakan oleh Ajad (2015) bahwa dinding tubuh serangga dapat menyerap pestisida karena membran dasar dinding tubuh bersifat semipermeabel. Senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak daun sirsak dapat masuk melalui sistem pernafasan baik berupa gas maupun dalam butiran gas halus yang masuk melalui stigma atau spirakel yang berakhir ke saluran-saluran trakea dan pada akhirnya akan masuk kedalam jaringan yang menyebabkan serangga mati. Berdasarkan penjelasan diatas maka kombinasi penggunaan perangkap tersebut diharapkan tidak hanya mampu menarik perhatian serangga namun juga sekaligus dapat membunuh hama walang sangit. Pemasangan perangkap sendiri dapat dilakukan sedini mungkin saat padi baru keluar malai dan hama belum begitu banyak berkembang.


BAB 3. PENUTUP

Adanya kombinasi perangkap bangkai ketam (yuyu) dengan ekstrak daun sirsak diharapkan tidak hanya mampu menarik perhatian walang sangit melainkan juga sekaligus mampu membunuh walang sangit.

DAFTAR PUSTAKA

Ajad, A. 2015. Toksisitas Ekstrak Daun  Sirsak (Annona mucirata L.) Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodopteralitura F.). Agroekoteknologi, 1(13): 1-15.

Djojosumarto, P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.

Sihono, A.A. 1997. Ketertarikan Walang Sangit (Leptocorisa oratorius F.) terhadap Bau-bauan Busuk. Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Press.

Solikhin, dan  E. Martono. 1997. Daily Periodicity of Rice Bug (Leptocorisa oratorius F.) Attendence in Response to Decaying Crab. Plant Protection, 3(2): 67 - 71.

Suhardi. 1996. Pengalaman Kegiatan Setelah SLPHT. Laba-laba,  23(1): 1-4.

Tasirilotik, F.C.E.N. 2015. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Sirsak (Annona mucirata L.)Sebagai Bahan Pestisida Organik Terhadap Mortalitas Hama Walang Sangit. HPT, 2(1): 23-35.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cobweb Theory

Teori Analisis Cobweb (sarang laba-laba) Teori analisis cobweb menjelaskan tentang siklus harga produk pertanian yang menunjukkan fluktuasi tertentu dari musim ke musim. Penyebab dari fluktuasi tersebut yaitu adanya reaksi yang terlambat dari pihak produsen terhadap harga. Berikut kurva dari teori analisis cobweb :   Sumber : Budiono (1999) Kurva diatas menggambarkan teori cobweb (sarang laba-laba) pada kondisi permintaan yang lebih elastis dibandingkan penawaran. Misalnya pada musim 1 jumlah produk yang dihasilkan (di panen) sebanyak Q1. Dengan kurva permintaan D, maka harga yang terjadi di pasar pada musim ke 1 adalah P1. Barang-barang atau segala sesuatu dari hasil pertanian merupakan barang non durabel (tidak tahan lama) sehingga dengan jumlah produk sebanyak Q1 tadi harus terjual habis pada musim itu juga dengan harga P1. Selanjutnya, atas dasar harga yang berlaku tersebut produsen merencanakan produksinya un

Pembuatan Media Untuk Mikroba

Media biakan adalah media steril yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme. Media biakan terdiri dari garam organik, sumber energi (karbon), vitamin dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Selain itu dapat pula ditambahkan komponen lain seperti senyawa organik dan senyawa kompleks lainnya. Media biakan yang mampu mendukung optimalisasi pertumbuhan mikroorganisme harus dapat memenuhi persyaratan nutrisi bagi mikroorganisme. unsur tersebut berupa garam organik, sumber energi (karbon), vitamin dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Selain itu dapat pula ditambahkan komponen lain seperti senyawa organik dan senyawa kompleks lainnya (Maftuhah dkk, 2014). Media untuk pertumbuhan mikroba ada beberapa macam diantaranya yaitu media Tauge Sukrose Agar (TSA), Potato Sukrose Agar (PSA) dan Nutrient Agar (NA). Setiap jenis media memiliki fungsi yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Fungsi media Tauge Sukrose Agar (TSA) yaitu untuk menumbuhkan zees, jamur (khamir dan kapang). Berdasarkan fungsinya,

METAMORFOSIS SERANGGA

METAMORFOSIS ATAU SIKLUS HIDUP SERANGGA 1.     Capung ( Anisoptera ), Ordo Odonata Ciri-ciri penting ordo ini menurut Purnomo dan Haryadi (2007) adalah aquatic nymphs (naiad), tubuh imago serangga berbentuk memanjang, mempunyai dua pasang sayap yang berukuran sama, pada umumnya berwarna terang atau metalik dan berada didkat air. Perkembangbiakan capung termasuk metamorfosis tidak sempurna. Siklus hidup capung mengalami 3 tahapan yaitu telur, nimfa dan imago. a.     Fase telur : telur capung diselimuti dengan lendir sehingga terasa sangat licin saat dipegang. Telur   yang   menetas   akan   berkembang   dan   hidup   di   wilayah   dasar perairan. Larva   tersebut   bernafas   dengan   menggunakan   insang   internal. Meski   demikian,   larva   tersebut   bisa   hidup   di   daratan   dengan   durasi berjam-jam.   Telur tersebut akan berubah menjadi larva yang disebut naiad,   setelah dua hari sampai satu minggu kemudian bertransformasi menjadi nimfa. Perubahan yang me